Sore ini sebuah SMS dari nomor yang tidak aku kenal mengabarkan bahwa seseorang yang sangat dekat telah pergi untuk selamanya...
Seakan tidak percaya dengan beberapa ratus karakter yang mampir di HP, segara kuputuskan untuk menelepon nomer yang tak kukenal itu. Ternyata suara di seberang sana adalah adik angkatanku kuliah dulu, dan bahwa benar seseorang yang aku kenal baik, seorang sahabat itu... Mohammad Sadad Kholidi telah pergi.
Lemas sudah kaki ini... luruh sudah kekuatan hati... Ya Allah engkau Maha segalanya, engkau pemilik atas segala yang berdiri di Bumi, penguasa segala apa yang terpendam di Lautan dan engkau adalah pemimpin tertinggi diantara pemimpin... Cepat atau lambat kami akan kembali padamu... sesuatu hal yang kami tahu pasti, tetapi tidak untuk sahabat ini, betapa kehadirannya selalu kami nantikan, dan keceriaannya membawa kebahagiaan bagi kami.
Suthong... entahlah aku tidak terlalu tahu kenapa seseorang memanggilnya dengan nama ini, adalah seorang sahabat dekat sejak awal kuliah dulu di UGM. Ada banyak sekali hal yang pernah saya lewati bersama dengan Suthong, Anang, Henry, Harum, Agung, Roy dan beberapa kawan lain. Mulai dari Gunung Kidul, Pekalongan sampai Surabaya, mulai Ujung Pantai Selatan sampai dengan Puncak Suralaya... ah terlalu banyak kalau harus disebutkan. Betapa sering Suthong menghabiskan malam di tempat kostku di Seturan sekedar mampir ngopi, nyethe atau nonton film.
Selengkapnya...
Seakan tidak percaya dengan beberapa ratus karakter yang mampir di HP, segara kuputuskan untuk menelepon nomer yang tak kukenal itu. Ternyata suara di seberang sana adalah adik angkatanku kuliah dulu, dan bahwa benar seseorang yang aku kenal baik, seorang sahabat itu... Mohammad Sadad Kholidi telah pergi.
Lemas sudah kaki ini... luruh sudah kekuatan hati... Ya Allah engkau Maha segalanya, engkau pemilik atas segala yang berdiri di Bumi, penguasa segala apa yang terpendam di Lautan dan engkau adalah pemimpin tertinggi diantara pemimpin... Cepat atau lambat kami akan kembali padamu... sesuatu hal yang kami tahu pasti, tetapi tidak untuk sahabat ini, betapa kehadirannya selalu kami nantikan, dan keceriaannya membawa kebahagiaan bagi kami.
Suthong... entahlah aku tidak terlalu tahu kenapa seseorang memanggilnya dengan nama ini, adalah seorang sahabat dekat sejak awal kuliah dulu di UGM. Ada banyak sekali hal yang pernah saya lewati bersama dengan Suthong, Anang, Henry, Harum, Agung, Roy dan beberapa kawan lain. Mulai dari Gunung Kidul, Pekalongan sampai Surabaya, mulai Ujung Pantai Selatan sampai dengan Puncak Suralaya... ah terlalu banyak kalau harus disebutkan. Betapa sering Suthong menghabiskan malam di tempat kostku di Seturan sekedar mampir ngopi, nyethe atau nonton film.
Yang hanya bisa kuingat, mungkin kadang aku terlalu keras kepada Suthong dulu, betapa aku banyak bicara hal yang muluk-muluk, sok menasehati, dan bahkan kurang ajar untuk menggurui tentang jalan hidupnya yang sering kali kukecam... Puluhan kali aku mengingatkannya untuk segera menyudahi kuliah di Antro, sampai akhirnya 'nasehat' itu aku akhiri tepat saat usia persahabatan kami menginjak 4 empat tahun karena saya harus ke Ibu kota untuk mengadu nasib. Yah, tetapi Suthong adalah tetap Suthong yang aku kenal, sabar, rendah hati dan baik, meski mungkin kadang tersakiti.
Ya allah, sekarang aku benar-benar merasa kehilangan, mungkin aku hanya sedikit dari banyak orang yang merasa sangat kehilangannya. Meski tak jarang menasehatinya.. tetapi Ketika aku galau dengan perasaan, atau bahkan mempertanyakan tentang kehidupan Suthong membimbingku dengan caranya sendiri, cara seorang kakak, yang tak pernah menggurui. Ada banyak falsafah hidup yang begitu kurang sopannya aku curi di sela sluprutan es coffee mix Yu Par, atau hisapan A Mild di bawah Pohon Simbar depan Perpus Arkeo.
Aku begitu mengingat ketika Suthong berkata : "wis ta lah, ra usah dipikir mbik..." untuk meyadarkanku dari kegalauan serta keresahan diri maupun hati. Penyuka lagu mendayu-dayu, seperti Layang Kangen-nya Didi Kempot... sebuah kerinduan cinta, masih kuingat ketika dengan berselimut sarung kami berdua menyanyikannya diantara pekatnya kabut di lereng Petung Kriyono. Entahlah soal cinta dia tidak pernah bercerita, aku hanya bisa menduga-duga bahwa dibalik tubuh yang penuh rasa sakit akibat Hemofili itu... menyimpan kasih yang nyata.
Bagi diri sederhanaku Suthong adalah seseorang dermawan sejati, memberi sesuatu yang uang pun tak akan mampu membeli... Kebahagiaan. Ya, Aku begitu ingat saat menantikan kumpulan di depan Kandhang Antro saat Suthong mulai bercerita tentang cerita saru yang lucu, yang akan membuatku tertawa-tawa bahkan terbawa sampai Selokan Mataram saat aku pulang dari Kampus. Dari Suthong pula aku banyak belajar bahwa membahagiakan orang lain itu sungguh sangat mengasyikkan dan membanggakan, terbukti beberapa tahun kemudian saat aku mulai dikenal di kalangan teman-teman sejawat suka bercerita lucu tur saru, yang jelas-jelas aku curi dari Suthong.
Satu kebahagian lain yang pernah diberikan kepadaku adalah saat tanggal 30 November 2008, Suthong dengan kaki tertatih tatih menahan sakit bersama Agung datang ke acara pesta pernikahanku di Surabaya (yang akhirnya saat ini harus kukenang sebagai saat terakhir aku bertemu dengan Suthong, dan rasa sesalku terus membuncah bahwa saat itu aku tidak banyak bisa banyak bicara, kecuali hanya sempat berfoto sejenak dengannya... Ah benar-benar aku tak tahu diri...)
Tak pernah berkata tidak, selalu berusaha mendahulukan kepentingan kawan, tak enak-an dan tak pernah mengeluh... atau setidaknya yang pernah aku tahu Suthong sering kali berkata "Duh gusti... urip kok koyo ngene... Haah!!!" yang aku yakin itu bukan keluhan mungkin hanya sebuah pertanyaan dari anak manusia...
SMS terakhir adalah seminggu yang lalu... selalu, sejak beberapa tahun yang lalu Suthong selalu memulainya lebih dahulu. Ucapan rasa syukur serta permohonan maaf lahir dan bathin di hari raya Idul Fitri. Tanpa tahu apa yang akan terjadi, aku hanya membalas seperlunya SMS Template sama dengan ratusan SMS lain. Andai aku tahu, mungkin jika perlu aku akan mampir ke Magelang saat mudik kemarin.
Ya Allah... muliakanlah sahabat semua orang ini, berikan tempat terbaik di sisiMu. Ampunilah segala dosa-dosa yang pernah ia buat kepada orang-orang disekitarnya... Kami yakin ya Allah, bahwa kesalahan itu tak pernah disengaja... Innalilahi Wa Innalilahi Rojiuuun...
Betapapun berat, kami lepas kamu Thong,
Sugeng tindak Mas Sadad...
Jakarta, 28 September 2009
------------------------------------
Layangmu wis tak tompo wingi kuwi
wis tak woco opo kareping atimu
trenyuh ati iki, moco tulisanmu
ra kroso netes luh ning pipiku
Umpomo tanganku dadi swiwi
iki ugo aku mesti enggal bali
ning kepriye maneh mergo kahananku
Cah ayu entenono tekaku
Ra maido sopo wong sing ora kangen
Adoh bojo pengen turu angel merem
Ra maido sopo wong sing ora trenyuh
Ra kepethuk sawetoro pengen weruh
Percoyo aku...
Kuatno atimu...
Cah ayu entenono tekaku...
------------------------------------
Ya allah, sekarang aku benar-benar merasa kehilangan, mungkin aku hanya sedikit dari banyak orang yang merasa sangat kehilangannya. Meski tak jarang menasehatinya.. tetapi Ketika aku galau dengan perasaan, atau bahkan mempertanyakan tentang kehidupan Suthong membimbingku dengan caranya sendiri, cara seorang kakak, yang tak pernah menggurui. Ada banyak falsafah hidup yang begitu kurang sopannya aku curi di sela sluprutan es coffee mix Yu Par, atau hisapan A Mild di bawah Pohon Simbar depan Perpus Arkeo.
Aku begitu mengingat ketika Suthong berkata : "wis ta lah, ra usah dipikir mbik..." untuk meyadarkanku dari kegalauan serta keresahan diri maupun hati. Penyuka lagu mendayu-dayu, seperti Layang Kangen-nya Didi Kempot... sebuah kerinduan cinta, masih kuingat ketika dengan berselimut sarung kami berdua menyanyikannya diantara pekatnya kabut di lereng Petung Kriyono. Entahlah soal cinta dia tidak pernah bercerita, aku hanya bisa menduga-duga bahwa dibalik tubuh yang penuh rasa sakit akibat Hemofili itu... menyimpan kasih yang nyata.
Bagi diri sederhanaku Suthong adalah seseorang dermawan sejati, memberi sesuatu yang uang pun tak akan mampu membeli... Kebahagiaan. Ya, Aku begitu ingat saat menantikan kumpulan di depan Kandhang Antro saat Suthong mulai bercerita tentang cerita saru yang lucu, yang akan membuatku tertawa-tawa bahkan terbawa sampai Selokan Mataram saat aku pulang dari Kampus. Dari Suthong pula aku banyak belajar bahwa membahagiakan orang lain itu sungguh sangat mengasyikkan dan membanggakan, terbukti beberapa tahun kemudian saat aku mulai dikenal di kalangan teman-teman sejawat suka bercerita lucu tur saru, yang jelas-jelas aku curi dari Suthong.
Satu kebahagian lain yang pernah diberikan kepadaku adalah saat tanggal 30 November 2008, Suthong dengan kaki tertatih tatih menahan sakit bersama Agung datang ke acara pesta pernikahanku di Surabaya (yang akhirnya saat ini harus kukenang sebagai saat terakhir aku bertemu dengan Suthong, dan rasa sesalku terus membuncah bahwa saat itu aku tidak banyak bisa banyak bicara, kecuali hanya sempat berfoto sejenak dengannya... Ah benar-benar aku tak tahu diri...)
Tak pernah berkata tidak, selalu berusaha mendahulukan kepentingan kawan, tak enak-an dan tak pernah mengeluh... atau setidaknya yang pernah aku tahu Suthong sering kali berkata "Duh gusti... urip kok koyo ngene... Haah!!!" yang aku yakin itu bukan keluhan mungkin hanya sebuah pertanyaan dari anak manusia...
SMS terakhir adalah seminggu yang lalu... selalu, sejak beberapa tahun yang lalu Suthong selalu memulainya lebih dahulu. Ucapan rasa syukur serta permohonan maaf lahir dan bathin di hari raya Idul Fitri. Tanpa tahu apa yang akan terjadi, aku hanya membalas seperlunya SMS Template sama dengan ratusan SMS lain. Andai aku tahu, mungkin jika perlu aku akan mampir ke Magelang saat mudik kemarin.
Ya Allah... muliakanlah sahabat semua orang ini, berikan tempat terbaik di sisiMu. Ampunilah segala dosa-dosa yang pernah ia buat kepada orang-orang disekitarnya... Kami yakin ya Allah, bahwa kesalahan itu tak pernah disengaja... Innalilahi Wa Innalilahi Rojiuuun...
Betapapun berat, kami lepas kamu Thong,
Sugeng tindak Mas Sadad...
Jakarta, 28 September 2009
------------------------------------
Layangmu wis tak tompo wingi kuwi
wis tak woco opo kareping atimu
trenyuh ati iki, moco tulisanmu
ra kroso netes luh ning pipiku
Umpomo tanganku dadi swiwi
iki ugo aku mesti enggal bali
ning kepriye maneh mergo kahananku
Cah ayu entenono tekaku
Ra maido sopo wong sing ora kangen
Adoh bojo pengen turu angel merem
Ra maido sopo wong sing ora trenyuh
Ra kepethuk sawetoro pengen weruh
Percoyo aku...
Kuatno atimu...
Cah ayu entenono tekaku...
------------------------------------